Rabu, 10 Juni 2015

Filosofi dan Ideologi Ilmu Pendidikan


Dasar Filosofi dan ideology ilmu pendidikan
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti ThalesPlato, dan Aristoteles .Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan.Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1.      kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2.      Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realismenaturalismeempirisme
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
·         yang-ada (being)
·         kenyataan/realitas (reality)
·         eksistensi (existence)
·         esensi (essence)
·         substansi (substance)
·         perubahan (change)
·         tunggal (one)
·         jamak (many)

Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologisosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budayafisika, ilmu teknik dan sebagainya).
EPISTEMOLOGI
Epistemologi, (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia.Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.

A.    PENGERTIAN IDEOLOGI
Secara harfiah ideologi berasal dari kata “ide” dan “logis” yang dapat diartikan sebagai aturan atau hukum tentang ide, konsep ini berasal dari Plato. Ditinjau dari pendekatan aliran, pengertian ideologi dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1.  Ideologi sebagai seperangkat nilai dan aturan tentang kebenaran yang dianggap terberi, alamiah, universal dan menjadi rujukan bagi tingkah laku manusia
2.  Ideologi sebagai ilmu yang mengkaji bagaimana ide-ide tentang suatu hal diperoleh manusia dari pengalaman serta tertata dalam benak untuk kemudian membentuk kesadaran yang mempengaruhi tingkah laku.
Ideologi sebagai sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu.
Sedangkan berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), idiologi memiliki arti Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golangan; Paham, Teori dan Tujuan yang merupakan satu program sosial politik.
B.     PENGERTIAN PENDIDIKAN
Menurut Wikipedia (http://id.wikipedia.orglwiki/Pendidikan), Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian din', kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan.Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan khususnya di Indonesia yaitu :
1. Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2. Faltor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana, masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan
C.     IDEOLOGI PENDIDIKAN KONSERVATIF
Pendidikan sebagai anggota ilmu pengetahuan sosial tidak terlepas dari pengaruh berbagai sudut pandang para tokoh pemikir pendidikan. Pendidikan berupaya untuk melegitimasi atau melanggengkan tatanan atau  struktur pendidikan juga mempunyai tugas untuk melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adik. Pendidikan mempunyai tugas agar individu mampu menghadapi perubahan sosial tersebut. Untuk sampai pada pemilihan posisi mana yang akan dijalankan (apakah melanggengkan struktur atau merubah struktur) dapat dicapai melalui ideologi pendidikan mana yang akan dianut.
Menurut John Dewey pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan semesta manusia.[3]Berdasarkan pendapatnya maka mendidik ialah membantu anak dengan sengaja (dengan jalan membimbing) menjadi menusia dewasa yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri baik biologis, psikologis, paedagogis serta sosiologis.
Adapun menurut John Dewey pendidikan itu terdapat dua teori yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu :
1.  Paham Konservatif mengemukakan pendidikan adalah sebagai suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan-kekuatan atau potensi-potensi yang ada dalam diri anak. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar dimana mata pelajaran telah ditentukan menurut kemauan pendidik, sehingga anak tinggal menerima saja.
2.   Paham Unfolding Theory berpandangan bahwa anak akan berkembang dengan sendirinya, karena ia telah memiliki kekuatan-kekuatan latin dimana perkembangan si anak telah memiliki tujuan yang pasti, tujuan yang dimaksud selalu digambarkan sebagai suatu yang lengkap dan pasti.[4]
Dalam padangan ideologi konservatif ini memandang bahwa ketidaksederajatan masyarakat merupakan sesuatu yang alami, sesuatu hal yang sangat mustahil untuk kita hindari. Perubahan dalam faham ini merupakan sesuatu hal yang tidak perlu diperjuangkan karena faham ini percaya bahwa perubahan akan menciptakan sebuah kesengsaraan baru.
Mereka yang miskin, buta huruf dan menderita merupakan kodrat ilahi dan kesalahan mereka sendiri karena tidak bisa merubah dirinya sendiri. Orang miskin harus bersabar dan belajar menunggu nasib sampai giliran mereka datang, karena pada akhirnya semua oang akan menacapai kebebasan dan kebahagian. Sehingga dalam kaum konservatif selalu menjunjung tinggi harmoni serta menghindarikonflik.
C.     MACAM-MACAM IDEOLOGI KONSERVATIF
Pendapat William F. O'neil tentang pendidikan, bahwa pendidikan yang meminimkan kebebasan itu disebut sebagai pendidikan yang konservatif, dan itupun terbagi menjadi 3.yaitu :
1.   Fundamentalis Pendidikan
Fundamentalisme meliputi semua corak konservatif politik yang pada dasarnya anti intelektual dalam arti bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka pada penerimaan yang relatif tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan atau consensus sosial yang sudah mapan yang biasanya diabsahkan sebagai akal sehat.
Pandangan aliran ini bahwa pendidikan sebagai proses regenerasi moral sehingga menilai pengetahuan dan kurikulum sebagai alat untuk membangun kembali masyarakat dalam pola kesempurnaan moral, seperti yang ada di masa silam.
Bagi aliran fundamentalisme, kesamaan di antara anak didik lebih penting ketimbang perbedaan yang ada, sehingga metode pembelajaran yang diterapkan pun cenderung tradisional.Misalnya, penyampaian materi dengan melulu metode ceramah, hafalan, dan pengawasan ketat. Semua itu dikendalikan oleh guru (teacher centered), karena siswa dianggap tak cukup mampu untuk mengarahkan proses perkembangan intelektualnya sendiri.
Ada dua variasi dari sudut pandang politisnya yang itu diterapkan dalam dunia pendidikan.
a. Variasi fundamentalisme pendidikan religius yaitu tampak dalam gereja-gereja Kristen tertentu yang lebih bersifat fundamentalis, yang memiliki komitmen sangat kuat terhadap pandangan atas kenyataan yang cukup kaku serta harfiah
b. Variasi fundamentalis pendidikan sekuler, yaitu berciri mengembangkan komitmen yang sama tidak luwesnya dibanding yang religius, terhadap cara pendang dunia melalui akal sehat yang disepakati, yang umumnya menjadi pandangan orang dewasa.
2. Intelektualisme Pendidikan
Intelektualisme dari ungkapan-ungkapan konservatisme politik yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoriterian.Secara umum, konservatisme filosofis ingin mengubah praktek-praktek politik yang ada (termasuk praktek-praktek pendidikan) demi menyesuaikan secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi.
Dalam dunia pendidikan kontemporer, konservatisme filosofis mengungkapkan diri terutama sebagai intelektualisme pendidikan, dimana dua variasi mendasar intelektualisme pendidikan yang pada intinya bersifat skuler dan dapat diamati dalam pemikiran beberapa orang teoritis pendidikan kontemporer.
Singkatnya, Intelektualisme pendidikan berpendapat bahwa setiap manusia adalah makhluk rasional. Oleh karena itu, sekolah menjadi sarana penting untuk mengajarkan cara menalar dan menyalurkan kebijaksanaan yang tahan lama dari masa silam.
Dengan begitu, wewenang intelektual tertinggi di sekolah terletak pada kecerdasan intelektual, bahwa kebenaran bisa dipahami melalui proses penalaran. Sayangnya, pembelajaran ditekankan hanya pada aspek kognitif, bukan pada aspek afektif dan sosial.
3.   Konservatisme Pendidikan
Pada dasarnya konservatisme adalah posisi yang mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu (sudah cukup tua dan mapan) didampingi dengan rasa hormat mendalam terhadap hukum dan tatanan, sebagai landasan perubahan sosial yang konstruktif.Sejalan dengan itu, ditingkat politisi orang-orang konservatif cukup mewakili dalam tulisan-tulisan para tokoh seperti Edmund Burke.
Dalam dunia pendidikan, Bagi kaum konservatisme pendidikan, tujuan atau sasaran pendidikan adalah sebagai pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi-tradisi. Berciri ke orientasi ke masa kini, menghormati masa silam, namun ia terutama memusatkan perhatiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di dalam konteks sosial yang ada sekarang.
Orientasi kurikulum (khususnya mata pelajaran) pada konservatisme pendidikan yakni mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis dan lebih baru, seperti: sejarah, biologi, fisika, dan lain-lain yang dianggap sebagai bidang-bidang yang secara langsung relevan dengan berbagai problem masyarakat kontemporer yang paling mendesak dan harus segera diselesaikan.

Adapun dua ungkapan dasar konservatif dalam pendidikan yaitu :
a. Konservatisme Pendidikan Religius, yaitu menekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat.
b. Konservatisme Pendidikan Sekuler yang memusatkan perhatiannya pada perlunya melestarikan dan meneruskan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang sudah ada, sebagai cara untuk menjamin pertahanan hidup secara sosial serta efektifitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang bersifat lebih al-kitabiyah dan evangelis (mendakwah agama) yang secara teologis jelas-jelas kurang liberal jika dibanding dengan berbagai aliran utama. Sedangkan konservatisme sekuler cenderung terwakili oleh para kritisi yang tajam dari kalangan pendukung progresifme dan perminisifisme pendidikan.[6]

D.    PERANAN PENDIDIKAN KONSERVATIF
Peranan pendidikan konservatif ialah salah satu tanggung jawab kurikulum untuk mentranmisikan dan mentafsirkan warisan sosial kepada generasi muda. Maka, sekolah sebagai salah satu lembaga sosial dapat mempengaruhi dan membina tingkah laku para siswa sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat, sejalan dengan peranan pendidikan sebagai suatu proses sosial, karena pendidikan itu sendiri pada hakekatnya berfungsi pula untuk menjembatani antara para siswa selaku anak didik dengan orang dewasa di dalam suatu proses pembudayaan yang semakin berkembang menjadi lebih komplek, dengan adanya peranan konservatif ini maka sesungguhnya pendidikan itu berorentasi pada masa lampau. Namun peranan pendidikan konservatif ini sangat mendasar sifatnya.[7]
Sebagaimana pendapatnya John Dewey, bahwasanya pendidikan konservatif merupakan suatu pembentukan terhadap pribadi anak tanpa memperhatikan kekuatan atau kemampuan IQ peserta didik yang ada di dalam dirinya. Pendidikan akan menentukan segalanya. Dalam artian pendidikan merupakan suatu proses pembentukan jiwa dari luar.

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ideologi Pendidikan Liberal
Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), idiologi memiliki arti kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; cara berpikir seseorang atau suatu golangan; paham, teori dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.
Adapun pendidikan itu sendiri memiliki arti sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), liberal memiliki arti bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka).
Jadi, berdasarkan pengertian-pengertian di atas, idiologi pendidikan liberal dapat diartikan sebagai model dalam teori ilmu pengetahuan dalam usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat yang sesuai dengan paham, teori dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik yang bebas berpandangan luas dan terbuka.
B.     Ideologi Pendidikan Liberal
Ideologi pendidikan liberal bermuara pada konsep modernisasi di Barat.Salah satu faktor modernitas adalah pengakuan sepenuhnya terhadap kebebasan individu.Di samping kebebasan individu, modernisasi juga mengedepankan kebebasan kuasa akal manusia (rasionalis). Ideologi pendidikan liberal berkiblat pada aliran filsafat eksistensialis dan progresifisme.[4]
Ideologi liberalisme ini berakar pada cita-cita individualisme Barat. Menurut cita-cita ini gambaran manusia ideal adalah manusia rasionalis liberal, yakni semua manusia mempunyai potensi sama dalam intelektual, baik tatanan alam ataupun sosial dapat ditangkap oleh akal, serta individu-individu di dunia atomistis dan atonom. Oleh karena itu, ideologi pendidikan liberal tidak bisa lepas dari dasar filosofnya yakni disebut aliran filsafat positivisme yang mana seperti pendewaan terhadap scientific method serta adanya pemisahan antara fakta dengan nilai menuju pemahaman obyektif. Adapunpositivisme itu sendiri merupakan paradigma keilmuan yang berakar dari filsafat rasionalisme.
Dalam konteks potensi, akal manusialah yang dipandang paling urgen dalamideologi pendidikan liberal.Manusia dipandang sebagai binatang yang rasional (animal rasional) merupakan kelainan tersendiri bagi ragam eksistensi yang ada.Manusia tidak bisa disamakan dengan eksistensi lainnya yang tidak berakal. 
Di samping pendewaan akal manusia, ideologi pendidikan liberal juga mengakui atas hak-hak individu manusia. Maksudnya, setiap manusia memiliki kebebasan memilih dan bertindak sesuai dengan hatinya, orang lain tidak punya hak atas tindakan dan pilihannya. Oleh karena itu ideologipendidikan liberal bernuansa kebebasan manusia secara individual. Menurut Strate,manusia atau keadaan kebebasan untuk memembentuk dirinya dengan kemamauan dan tindakannya. Kehidupan manusia itu mungkin tidak mengandung arti bahkan tidak masuk akal, tetapi manusia dapat hidup seperti ini, maka manusia dapat menangani masalahnya sendiri dan mengandalkan pilihan dan tindakan supaya dapat hidup di dunia.
Ideologi pendidikan liberal juga mengalami beberapa anomali yang memerlukan penambahan-penambahan. Kebebasan manusia menurut paradigma ini bermuara pada prinsip individualisme sebagai konsekuensi dari arus modernisasi Barat yang cenderung kering dari kehidupan religiusitas (Muarif,  2005 :46). Dalam ideologi ini cenderung terjadi pendikotomian antara pendidikan Islam dan pendidikan umum, dikarenakan Agama tidak dijadikan suatu bagian dari ilmu pengetahuan.
Pendidikan di abad modern seperti sekarang ini merupakan pengewajantahan dari ideologi pendidikan liberal yang pada mulanya bermuara pada rasionalisme dan kebebasan individu, yaitu suatu kontruki filosfis tentang beragam konsep pendidikan yang lebih mengutamakan pada tiga aspek individualisme, rasionalisme, dan empirisme.Dengan tiga aspek tersebut secara otomatis seluruh nilai-nilai humanis di akui oleh publik dunia.
Ideologi liberal tidak jauh berbeda dengan konservatif, yaitu sama-sama berpendirian bahwa pendidikan adalah politik, dan excellen haruslah merupakan target utama pendidikan.Kaum liberal beranggapan bahwa masalah masyarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda. Mereka tidak melihat kaitan pendidikan adalah struktur kelas dan dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender di masyarakat luas.
Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik.Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan formal seperti sekolah, maupun pendidikan non-formal seperti berbagai macam pelatihan.
Kemudian liberlisme juga merupakan prinsip dasar neokolonialisme yang tidak hanya berlaku dalam domain ekonomi, melaikan sudah merambat ranah pendidikan.Pada mulanya liberalisme merupakan dasar ekonomi klasik yang dimotori oleh salah satu tokoh yaitu Adam Smith lewat karyanya Wealth of Nation (1776). 
Sistem ekonomi klasik tersebut mempunyai kaitannya dengan "kebebasan (proses) alami" yang dipahami oleh sementara tokoh-tokoh ekonomi sebagai ekonomi liberal klasik.Konsep kebijakan dari ekonomi (globalisasi) liberal ialah sistem ekonomi bergerak kearah menuju pasar bebas dan sistem ekonomi berpaham perdagangan bebas dalam era globalisasi yang bertujuan menghilangkan kebijakan ekonomi proteksionisme.
Ideologi liberalisme berpijak pada tiga keyakinan: pertama, kebebasan individu (personal liberty); kedua, pemilikan pribadi (private property); ketiga, inisiatif individu serta usaha swasta (private interprise). Ketiga inilah yang juga merambah pada sektor pendidikan sehingga menjadikan pendidikan ditentukan oleh pasar. Dalam hal tersebut bisa dilihat dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam peraturan tersebut menegaskan dimulainya pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, dan pendidikan non-formal dapat dimasuki oleh modal Asing dengan batasan kepemilikan maksimal 49 persen.Hal tersebut sudah sangat jelas mengindikasikan terjadinya komersialisasi pendidikan atau bisa dikatakan komoditas dagang.
Liberalisasi pendidikan tidak cukup sampai di situ, karena hal itu juga dapat dilihat dari RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang telah disahkan pada 17 desember 2008. Adapun penegasan dalam BHP dapat diamati pada Pasal 4 ayat 1;
(1)   Pengelolaan dana secara mandiri oleh badan hukum pendidikan didasarkan pada prinsip nirlaba, yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan badan hukum pendidikan, harus ditanamkan kembali ke dalam badan hukum pendidikan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.
Dalam pasal ini, jelas bahwa institusi pendidikan layaknya akan menjadi sebuah perusahaan, walaupun dihiasi dengan prinsip nirlaba, ketika institusi pendidikan dijadikan layaknya perusahaan, maka yang memiliki uang sajalah yang dapat mengakses pendidikan, dan yang tidak memiliki uang maka akan tersingkir.Di dalam pasal lain yang terdapat pada RUU BHP juga mengindikasikan terjadinya liberalisasi pendidikan, yaitu Pasal 1 ayat 6 – 9:
(6) Pendiri adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang mendirikan badan hukum pendidikan.
(7) Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
(8) Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal. (9) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang meliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Dalam pasal ini, dijelaskan bahwa pendiri RUU BHP adalah pemerintah, baik itu pemerintah daerah maupun masyarakat.Adapun kata masyarakat dalam hal ini, sangat membuka peluang bagi investor Asing untuk menanamkan modalnya, walaupun di dalam pasal selanjutnya dijelaskan bahwa masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia non-pemerintah.
RUU BHP jika diuraikan lebih jauh merupakan amanah dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada pasal 53, yang bunyinya:penyelenggara dan atau pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau oleh masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan, dan inilah asal muasal RUU BHP.
Jika berbicara tentang RUU BHP dan relasinya dengan komitmen pemerintah terhadap amanat founding father bangsa Indonesia, tentunya sangat jauh dari harapan, walaupun ada beberapa pasal yang mengarah kepada kemajuan pendidikan Nasional, yaitu salah satunya ingin bersaing di tingkat Internasional dengan memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Adapun indikasi terbentuk dan disahkanya RUU BHP itu sendiri, diantaranya: pertama, pendidikan Nasional supaya mampu bersaing di tingkat Internasional. Kedua, pemerintah memberikan kewenangan sepenuhnya terhadap lembaga pendidikan (Otonomi Pendidikan), baik dari segi keuangan, administrasi, personalia dan sebagainya.Ketiga, globalisasi menuntut adanya kompetisi transparansi dan aturan sesuai dengan sistem.
Dari argumen yang dibangun oleh pemerintah mengenai terbentuknya/disahkannya RUU BHP dapat dikatakan atas dasar ketidaksanggupan/tidak tanggung jawab sepenuhnya pemerintah dalam bidang pendidikan.Ketidaksanggupan tersebut terbukti dengan menerapkannya Otonomi Pendidikan dan kebijakan RUU BHP.Dengan adanya Otonomi Pendidikan itulah bisa jadi merupakan kedok untuk mengurangi tanggung jawab pemerintah di bidang pendidikan sesuai dengan semagat pasar bebas atau liberalisme, dikarenakan jika pemerintah masih memberikan supsidi sepenuhnya di bidang pendidikan maka itu tidak sesuai dengan prinsip liberalisme.
Paradigma Ideologi Pendidikan Kritis
      Suatu pendidikan dikatakan pendidikan kritis apabila pendidikan tersebut menjadi arena untuk melakukan perlawanan terhadap politik ideologi yang berkuasa. Pendidikan ini menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada.
Kemudian munculah ideology pendidikan kritis sebagai tandingan liberalisme pendidikan. Paradigma kritis memaknai pendidikan sebagai upaya refleksi kritis terhadap “the dominant ideology ” ke arah transformasi sosial. Pendidikan kritis bukan pendidikan  yang mengambil jarak dengan masyarakat (detachment), tetapi yang menyatu dengan masyarakat dan tidak netral, namun memihak rakyat tertindas (marginal).
Visinya adalah melakukan kritik terhadap sistem dominan, terutama liberalism sekarang sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk menciptakan sistem sosial baru yang lebih adil.Sebagai penentang utama liberalisme, maka pendidikan kritis berupaya “memanusiakan” kembali manusia akibat dehumanisasi sistem liberal yang tak adil (O’neill, 2002).
Pendidikan alternatif yang muncul belakangan di Indonesia pascareformasi pada hakikatnya merupakan bentuk dari konsep pendidikan kritis.Pemikiran kritis ini di Barat yang memang terang-terangan menentang kaum kapitalis-liberalis.Dalam pendidikan, pemikiran kritisisme dipopulerkan salah satunya oleh Paulo Freire (1921-1997) di Brazil yang terkenal dengan teori kesadarannya yaitu kesadaran magis, kesadaran naïf, dan kesadaran kritis.
Paulo Freire dikatakan sebagai tokoh pendidikan kritis karena pemikirannya yang menolak pendidikan sebagai media pengukuhan sistem ideologi, politik, dan ekonomi yang dominan dengan teori perlawanannya bahwa pendidikan yang ada adalah pendidikan model bank.Bagi Freire pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menciptakan tatanan hidup yang baru, dinamis dan mensejahterakan.
Selaras dengan itu, apa yang dikatakan Erich fromm (salah satu pemikir dari mazhab Frankfurt) mengatakan bahwa pendidikan perlu sekiranya mengedapankan nilai-nilai kemanusaiaan dalam proses transformasi pendidikan (Humanism Education). Proses menjadikan manusia berfikir kritis merupakan keharusan untuk mengungkap sebuah kebenaran tentang segala sesuatu yang ada di alam kosmos ini, tak terkecuali kritis terhadap segala bentuk sistem yang menafikan hakekat Humansime yang jauh dari keberpihakan. Di Indonesia kita dapat melihat tumbuhnya beberapa model pendidikan kritis di akar rumput.
Pendidikan alternatif seperti yang didirikan Bahruddin di Kalibening Salatiga dengan SLTP Qaryah Tayyibah-nya terbukti mampu menyadarkan masyarakat dan siswa bahwa mereka ternyata mampu mandiri dan akhirnya tidak minder ketika menghadapi mereka yang berasal dari sekolah formal.
Hal yang sama juga dilakukan oleh budayawan Cak Nun dengan Kiai Kanjengnya yang setiap turun ke akar rumput berupaya menggugah kesadaran masyarakat akan realitas dan problem sosial yang mereka hadapi. Cak Nun selalu membakar semangat masyarakat bahwa ketidakadilan akibat system liberal harus dilawan dan masyarakat sebenarnya mampu, hanya saja selama ini dibodohi terus.
Kita sering mengotak-atik metode pembelajaran, fasilitas pembelajaran, dan kurikulumnya, tapi tidak pernah mengkaji secara serius determinan pendidikan utama, yaitu filosofi dan ideologinya. Akhirnya yang terjadi adalah mismatch antara realitas empiris, ideologi yang diambil, kebijakan yang dirumuskan serta penerapannya. Akhirnya, kesadaran kritis kitalah yang mampu menyingkap realita yang terjadi pada proses pendidikan di negeri ini. Dimana, landasan filosofis pendidikan dan ideologi pendidikan harus di maknai lebih kontekstual dalam membangun tatanan moral masyarakat yang lebih baik.di samping, itu proses kemanusiaan dalam sistem pendidikan harus menjadi sebuah kesadaran kolektif. Sehingga hakekat pendidikan dan kemanusiaan berjalan selaras, meminjam istilah Erich Fromm “Mencintai negara tanpa mencintai kemanusiaan sama saja dengan menyembah berhala”.
STUDY   KASUS
BANYAKNYA KASUS PUTUS SEKOLAH DI INDONESIA
Faktor ekonomi menjadi faktor penyebab yang paling dominan putus sekolah.Kenyataan itu dapat dilihat dari tingginya angka rakyat miskin di Indonesia yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya. Kurangnya ekonomi orang tua yang dikarenakan tidak adanya penghasilan yang tetap/tidak adanya pekerjaan, kurangnya minat untuk meraih pendidikan/ mengenyam pendidikan dari anak didik itu sendiri, karena faktor lingkungan baik itu pergaulan sehari-hari dengan teman sebaya maupun lingkungan yang lain, kurangnya motivasi dan pengawasan orang tua yang disebabkan karena orangg tua tidak pernah mengenyam pendidikan dan tidak memahami arti pentingnya pendidikan bagi kehidupan bangsa, dan bernegara juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.
Anak putus sekolah juga dapat disebabkan oleh beberapa factor yaitu factor internal dan eksternal. Faktor internalnya yaitufaktor dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban  biaya sekola.ak dipengaruhi oleh berbagai faktor .Ketidak mampuan ekonomi keluarga dalam menopang biaya pendidikan yang berdampak terhadap masalah psikologi anak sehingga anak tidak bisa bersosialisasi dengan baik dalam pergaulan dengan teman sekolahnya selain itu adalah peranan lingkungan.  Karena pengaruh teman sehingga ikut-ikutan diajak bermain seperti play stasion sampai akhirnya sering membolos dan tidak naik kelas , prestasi di sekolah menurun dan malu pergi kembali ke sekolah. Anak yang kena sanksi karena mangkir sekolah sehingga kena Droup Out.Faktor internalnya yaitu Faktor keluarga dan lingkungan. Dalam keluarga miskin cenderung timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pembiayaan hidup anak, sehingga anak sering dilibatkan  untuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sehingga merasa terbebani dengan masalah ekonomi ini sehingga mengganggu kegiatan belajar dan kesulitan mengikuti pelajaran, kurangnya perhatian orang tua cenderung  akan menimbulkan berbagai masalah. Makin besar anak perhatian orang tua makin  diperlukan, dengan cara dan variasi dan sesuai kemampuan. Kenakalan anak adalah salah satu penyebabnya adalah  kurangnya perhatian orang tua, hubungan keluarga tidak harmonis dapat berupa perceraian orang tua, hubungan antar keluarga tidak saling peduli. Keadaan ini merupakan dasar anak mengalami permasalahan uyang serius dan hambatan dalam pendidikannya sehingga mengakibatkan anak mengalami putus sekolah.
Pendidikan murah atau gratis yang banyak dijanjikan dan diinginkan masyarakat, memang akan membantu jika ditinjau secara faktor ekonomi, namun kebijakan ini juga harus ditunjang dengan kebijakan yang lain untuk menyelesaikan faktor-faktor penyebab putus sekolah lainnya. Karena faktor ekonomi bukan penyebab satu-satunya putus sekolah.
Sebagai warga Negara Indonesia tentunya akan merasa cemas dengan adanya kasus putus sekolah ini. Pemerintah seharusnya lebih tegas lagi dalam menyikapi masalah ini.Dan begitu juga dengan orangtua dan guru-guru seharusnya memberikan motivasi dan mengawasi peserta didik dan anak-anaknya.
Salah satu usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah adalah dengan menyadarkan orang tua akan pentingnya pendidikan anak demi menjamin masa depannya dan dapat meneruskan cita-cita orang tuanya. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak ada orang yang memperoleh jabatan atau pangkat yang tinggi dengan tanpa adanya pendidikan sebagai modalnya.Dalam mencegah anak dari putus sekolah, orang tua perlu juga memberikan dorongan (motivasi) kepada anak dalam belajar dan memberikan bantuan kalau ada kesulitan belajar yang dialami anak.Untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah juga perlu adanya pengawasan dari orang tua terhadap kegiatan dan hasil belajar anak, guru seharusnya mampu memerankan fungsi sosialnya.Kompetensi sosial merupakan salah satu dari empat kompetensi yang harus dimiliki guru.Kompetensi lainnya adalah kompetensi pedagogik, profesional, dan kepribadian.
Usaha untuk mengatasi terjadinya anak putus sekolah juga dapat dilakukan dengan cara tidak membiarkan anak untuk bekerja mencari uang sendiri, karena hal ini dapat melalaikan anak untuk sekolah. Di sisi lain apabila anak sering dimanjakan dan terlalu banyak diberikan uang jajan di sekolah juga dapat mengakibatkan anak malas belajar. Bahkan sering tidak masuk sekolah dan pergi bermain bersama teman-temannya, apalagi anak yang mempunyai motor dan mempunyai uang banyak ia bebas pergi ke mana saja.
Akibat yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran , kebut-kebutan di jalan raya, minum – minuman  dan  perkelahian, akibat lainnya juga adalah perasaan minder dan rendah diri.

SEKOLAH ALTERNATIF
Sekolah alternative  adalah sekolah yang diperuntukan bagi mereka yang perekonomianya rendah dan tidak mampu membayar biaya pendidikan. seiring bertambahnya kemajuan ,membuat pendidikan semakin mahal dan tidak mampu menampung anak yang kurang mampu ,untuk diperlukan sarana untuk menampung dan memberikan pendidikan bagi mereka yang tidak mampu seperti sekolah gratis . Seperti sekolah sekolah berikut .
Sekolah kampung menjadi solusi pada wilayah dengan tingkat Pendidikan yang masih rendah.Konsep sekolah kampung yang dilakukan oleh ICDP di Sarmi mendapat apresiasi yang besar ketika di presentasikan di Maluku pada Forum KTI ke 5.
Program SK-AUD atau Sekolah Kampung-Anak Usia Dini ini sudah dilakukan oleh Institut Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat atau IPPM sejak tahun 2007 mendapatkan dukungan dana dari UNDP melalui program PCDP. Program ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan lokal terkait pendidikan anak usia dini. Di Kabupaten Sarmi, partisipasi pendidikan masih perlu ditingkatkan, terutama di kampung-kampung. Angka partisipasi pendidikan untuk SD, SLTP dan SLTA di Sarmi adalah 94.1%, 67.6% dan 24.2% (BPS, 2009). Namun sekalipun angka partisipasi tersebut tidak rendah, namun angka menamatkan sekolah hanya 34.3%.Seperti yang dituturkan oleh para guru SD, anak-anak yang tidak dipersiapkan untuk mengikuti pendidikan di SD umumnya mudah putus sekolah. Pendidikan di Taman Kanak-Kanak atau PAUD akan sangat membantu anak-anak mempersiapkan diri mengikuti pendidikan di SD. Namun sayangnya TK maupun PAUD tidak tersedia di kampung-kampung di Papua.
Tanpa bermaksud menjadi pengganti Pendidikan formal yang menjadi tanggung jawab sekolah, IPPM telah mendirikan tiga Sekolah Kampung di tiga kampung (Betaf, Beneraf dan Yamna) di Kecamatan Pantai Timur, Kabupaten Sarmi dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pelaksanaan Sekolah Kampung.
Pada awal kegiatan, IPPM melakukan sosialisasi program dan melakukan studi penggalian kebutuhan pendidikan dan perencanaan bersama masyarakat.Tujuan dari sosialisasi dan perencanaan partisipatif adalah untuk mendapatkan komitmen dan dukungan pemangku kepentingan lokal terhadap pelaksanaan Sekolah Kampung dan mencapai tujuan bersama.
Setelah perencanaan bersama masyarakat, IPPM merekrut masyarakat lokal untuk menjadi fasilitator pendidikan di Sekolah Kampung.Perekrutan ini merupakan tahap penting dalam memastikan keberlanjutan Sekolah Kampung. Fasilitator setempat akan menetap di kampung dan meneruskan kegiatan belajar di Sekolah Kampung, sekalipun nanti IPPM tidak lagi bekerja di kampung mereka. Dalam merekrut fasilitator, IPPM tidak memilih fasilitator, melainkan masyarakat.Untuk memfasilitasi kegiatan belajar di Sekolah Kampung tidak dibutuhkan guru bersertifikat.Masyarakat kampung yang punya pendidikan yang cukup serta dapat berinteraksi baik dengan anak-anak dapat menjadi fasilitator Sekolah Kampung.Para orang tua murid juga dapat menjadi fasilitator Sekolah Kampung.Hingga saat ini IPPM telah merekrut 30 fasilitator lokal untuk tiga Sekolah Kampung.Setelah direkrut, para fasilitator dilatih aspek-aspek praktis belajar-mengajar, terutama belajar-mengajar bersama anak-anak.
Masyarakat terlibat aktif dalam keberlangsungan Sekolah Kampung. Mereka menyediakan bangunan sekolah dengan memanfaatkan dana pembangunan kampung (Dana RESPEK). Mereka juga bergotong-royong membangun sekolah dan alat permainan edukatif dengan menggunakan bahan-bahan lokal.Mereka juga terlibat dalam pengelolaan kegiatan Sekolah Kampung.IPPM berperan sebagai katalisator terutama dalam pembentukan komite pengelola dan pengembangan kapasitas fasilitator lokal.
Sekolah Kampung juga melibatkan pemangku kepentingan setempat, seperti Dinas Pendidikan Sarmi, pemerintah Distrik Pantai Timur dan aparat kampung.Selain itu juga melibatkan tokoh gereja, tokoh adat dan perempuan. Hingga tahun 2010 Sekolah Kampung telah memberikan manfaat langsung kepada 134 anak balita, dan jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun. Sekolah Kampung juga memberikan manfaat bagi mereka yang terlibat langsung dalam pelaksanaanya, seperti komite dan pengelolanya.
Kegiatan di Sekolah Kampung berlangsung tiga kali seminggu, yaitu setiap hari Senin, Rabu dan Jum'at.Para fasilitator mendorong anak-anak untuk belajar.Ada dua kelompok anak yang terlibat dalam Sekolah Kampung, yaitu Kelompok Belajar dan Kelompok Bermain. Kelompok Belajar dibagi menjadi: kelompok pemula (3-4 tahun) dan kelas lanjut (5 tahun ). Bahan belajar berupa: bahan cetak (huruf, angka, poster dan lain-lain); bahan elektronik (kaset, tape recorder), bahan habis pakai (kertas, bahan lukis, alam dan lain-lain); Alat Permainan Edukatif (APE) dan Alat Peraga Pendidikan (APP). Khusus untuk mendukung dan membantu anak dalam melatih jasmani yang sehat dan mengembangkan ketrampilan dalam berinteraksi, di setiap SK-AUD dibuat Tempat Bermain Anak (TBA) yang digunakan sekali dalam seminggu.Khusus Pondok Bacaan Anak (PBA) sedang dipersiapkan. Setiap bulan pengelola SK-AUD memberikan makanan tambahan bagi peserta SK-AUD berupa susu dan kacang hijau. Dukungan dari pemangku kepentingan setempat berperan penting dalam keberhasilan Sekolah Kampung.Pemerintah daerah dan juga DPRD sangat mendukung Sekolah Kampung. Pemerintah kampung mengalokasikan dana mereka untuk biaya operasional Sekolah Kampung. Dengan komunikasi yang intensif dengan masyarakat, mereka mau terlibat aktif dalam Sekolah Kampung. Hal ini akan memudahkan keberlanjutan Sekolah Kampung.
Dari 134 peserta peserta SK-AUD semuanya kini telah bersekolah di SD. Para guru mereka di SD mengatakan bahwa anak-anak dari Sekolah Kampung lebih cepat menerima pelajaran.Hal ini menunjukkan bahwa Sekolah Kampung telah menjadi pendekatan yang tepat untk mempersiapkan anak kampung untuk bersekolah di SD.
Sekolah Kampung telah disosialisasikan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten. Dengan melihat dampak nyata dari Sekolah Kampung, Pemerintah Provinsi Papua setuju untuk mereplikasi Sekolah Kampung ke wilayah lain di Papua.

SEKOLAH RSBI
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau disingkat RSBI, adalah suatu program pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 pasal 50 ayat 3, yang menyatakan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sekolah yang berkualitas. Peningkatan kualitas ini diharapkan akan mengurangi jumlah siswa yang bersekolah di luar negeri.[1]
Sekolah-sekolah RSBI biasanya mengadakan kerjasama dengan negara-negara sahabat dan mendatangkan tenaga pengajar asing/native dari negara-negara tetangga. Pada akhir tahun pelajaran atau akhir masa sekolah, siswa sekolah RSBI akan diberi tes tambahan berupa tes khusus siswa RSBI dari Direktorat Jendral Pendidikan.
MK telah mengeluarkan keputusan bahwa RSBI ditiadakan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar