Rabu, 10 Juni 2015

Demokrasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Di dalam pembahasan makalah ini , kami akan membahas tentang Demokrasi dan Pendidikan. Secara sederhana konteks Demokrasi ini menunjukkan adanya pemerintahan dari rakyat , oleh rakyat , dan untuk rakyat. Sistem Demokrasi merupakan suatu bentuk tindakan yang menghargai perbedaan prinsip , keberagaman nilai – nilai masyarakat dalam suatu Negara , dan memberikan kebebasan bertindak sesuai dengan kehendaknya dalam batasan normatife tertentu. Budaya Demokrasi terbentuk disuatu Negara ditentukan oleh penerapan sistem Pendidikan yang berlaku , sehingga Pendidikan akan memberikan implikasi pada peningkatan taraf keperdulian masyarakat terhadap hak dan kewajibannya dalam menggunakan pikiran , tenaga , dan suaranya , dengan harapan masyarakat mempunyai pola pikir yang kreatif serta daya inovasi yang tinggi.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari Demokrasi Pendidikan?
2. Apa yang terjadi dengan pendidikan sesudah , sebelum dan masa kini demokrasi pendidikan ?

1.2 TUJUAN
                                                      
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang pengertian dari Demokrasi dan Pendidikan , serta bagaimana perkembangan pendidikan di Negara kita yaitu Negara Indonesia. Selain memperdalam pengertiannya , juga untuk memperluas ilmu pengetahuan kita dalam dunia Demokrasi dan dunia Pendidikan , bagaimana Pendidikan pada jaman
 dulu dibandingkan dengan jaman sekarang.



BAB II
PEMBAHASAN


PENGERTIAN DEMOKRASI PENDIDIKAN
Demokrasi Pendidikan diartikan sebagai hak setiap warga Negara atas kesempatan yang seluas – luasnya untuk menikmati Pendidikan , yang sesuai dengan bunyi pernyataan Undang – Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 4 ayat ( 1) yaitu “ Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia , nilai keagamaan , nilai kultural , dan kemajemukan bangsa. Dua hal yang penting dalam mengikuti pendidikan yaitu : pertama , memperoleh pengetahuan , ketrampilan dan kemampuan dalam batas tertentu yakni pada level pendidikan dasar Sembilan tahun ; kedua , adanya peluang untuk memilih satuan pendidikan sesuai dengan karakteristiknya.
Demokrasi Pendidikan bukan hanya sekedar prosedur , tetapi juga nilai – nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat manusia. Melalui upaya Demokratisasi Pendidikan diharapkan mampu mendorong munculnya individu yang kreatif , kritis , dan produktif tanpa keterbukaan dalam kehidupan berpolitik. Proses ini menuntut adanya relasi kemasyarakatan yang Demokratis. Tanggung jawab dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dalam transformasi sosial yang tengah berlangsung adalah menanamkan dan mengoperasikan ethos , nilai , dan moralitas bangsa dalam menerima dan mengelola informasi yang silih berganti menjadi aset dalam meningkatkan kualitas dirinya.
Pengakuan terhadap hak asasi setiap individu anak bangsa untuk menuntut pendidikan pada dasarnya telah mendapatkan pengakuan secara legal sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang – Undang Dasar 1945 pasal 31 ( 1 ) yang berbunyi bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan Pendidikan. Oleh karena itu seluruh komponen bangsa yang mencakupi orang tua , masyarakat , dan pemerintah memiliki kewajiban dalam bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan. Mengenai tanggung jawab pemerintah secara tegas telah menyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistim pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang – Undang. Dengan demikian tampaknya Demokrasi Pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama didalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidikan dan anak didik , serta juga dengan pengelola pendidikan.
UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nassional yang bunyinya adalah memberikan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan yang diatur oleh UU Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 5 yang bunyinya adalah tiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Pasal 6 yang bunyinya adalah tiap warga berhak atas kesempatan mengikuti pendidikan agar memperoleh pengetahuan , kemampuan , dan ketrampilan yang setara dengan tamatan pendidikan dasar. Pasal 7 bunyinya adalah penerimaan seseorang sebagai peserta didik dalam suatu satuan pendidikan tidak membedakan jenis kelamin , agama , suku , ras , kedudukan sosial dan kemampuan ekonomi. Pasal 8 yang menyebutkan bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa , dan warga Negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.

BAB III
ISI MAKALAH
Demokrasi pendidikan sebelum kemerdekaan
Pada zaman penjajahan, kesempatan memperolah pendidikan bagi anak-anak Indonesia sangat terbatas. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja yang sempat menikati sekolah, sehingga sisanya lebih dari 90% penduduk Indonesia masih buta huruf. Sebelum kemerdekaan atau pada masa penjajahan demokrasi pendidikan yang sebenarnya belum terlaksana dengan baik.
Faktanya
1.       Karena pendidikan pada masa masih terjadi pemisahan sekolah berdasarkan kasta artinya tidak semua orang bisa mengecap pendidikan. Sekolah Eropa diperuntukkan bagi anak-anak Belanda dan anak-anak orang Eropa di Indonesia, sedangkan sekolah-sekolah bumiputera tingkatan dan prestisenya lebih rendah diperuntukkan bagi anak-anak bumiputra yang terpilih
2.       Konsep ideal pendidikan kolonialis adalah pendidikan yang sedemikian mungkin mampu mencetak para pekerja yang dapat dipekerjakan oleh penjajah pula, bukan lagi untuk memanusiakan manusia sebagaimana dengan konsep pendidikan yang ideal itu sendiri.
3.       Tujuan pendidikan kolonial tidak terarah pada pembentukan dan pendidikan orang muda untuk mengabdi pada bangsa dan tanah airnya sendiri, akan tetapi dipakai untuk menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat penjajah agar dapat ditransfer oleh penduduk pribumi dan menggiring penduduk pribumi menjadi budak dari pemerintahan kolonia
4.        Selain itu, agar penduduk pribumi menjadi pengikut negara yang patuh pada penjajah, bodoh, dan mudah ditundukkan serta dieksploitasi, tidak memberontak, dan tidak menuntut kemerdekaan bangsanya.
    Pendidikan pada masa pendudukan Jepang
 Meskipun terdapat banyak kemajuan di bidang pendidikan pada masa penjajahan jepang, kita tak bisa pungkiri kenyataan, bahwa Tujuan pendidikan pada zaman jepang diarahkan untuk mendukung pendudukan jepang dengan menyediakan tenaga kasar secara gratis yang dikenal dengan romusha.
ANALISIS SAYA
Menurut saya , hal ini sangat disayangkan karena pendidikan pada saat itu tidak menerapkan sistem demokrasi , namun sistem yang melihat adanya kasta , yang artinya hanya orang yang mempunyai “nama” atau berasal dari kaum bangsawan yang dapat menikmati pendidikan. Sehingga kebanyakan rakyat Indonesia yang berasal dari orang yang tidak berada tidak dapat mengenyam pendidikan dengan baik.  Pada saat Jepang menjajah Indonesia pun terjadi hal yang sama , walaupun kemajuan banyak dilakukan oleh Jepang , namun mereka mendidik rakyat Indonesia hanya untuk kepentingan mereka. Agar rakyat Indonesia dapat mendukung Jepang dan memperbudak rakyat Indonesia dengan memaksakan rakyat Indonesia melakukan pekerjaan berat tanpa bayaran dengan iming iming mereka adalah pahlawan Asia , sehingga mereka (rakyat Indonesia) yang dapat “diibodohi” hanya tunduk dan patuh kepada para penjajah .
Demokrasi Pendidikan Pasca Kemerdekaan
Tidak jauh berbeda setelah masa kemerdekaan, pendidikan di masa pascakolonial melahirkan beberapa hal diantaranya:
1.       Terdapat banyak sikap hidup yang bisu dan kelu. Kebudayaan bisu dan budaya pedagogi yang hanya mengandalkan memori otak sehingga menjadikan sekolah hanya sebagai tempat untuk mendengarkan guru ceramah tanpa siswa diberikan kesempatan untuk berpikir kritis. Pada saat ini siswa tidak memiliki pilihan untuk tidak mengikuti metode ceramah ini,  karena guru diposisikan sebagai subjek sentral yang harus dihormati oleh murid.
2.       Penduduk dipinggiran kota (di kampung-kampung kumuh) ternyata belum mampu berkembang dan belum dapat diikutsertakan dalam proses pendidikan.
3.       Model sekolah yang mengikuti model barat ternyata belum hilang bekas-bekas pengaruhnya dalam mengalami kegagalan.
4.       Di sekolah-sekolah, bahasa ibu (bahasa daerah asli) didiskualifikasi secara sistematis, diganti dengan bahasa intelektual dan artifisial penguasa di bidang politik.
5.       Kaum elit dan intelektual yang mendapatkan pendidikan dari luar negeri ternyata tidak akrab dengan masyarakat pribumi.
Revolusi kemerdekaan Indonesia mengakibatkan pendidikan mengalami keadaan cukup parah, karena baik sarana maupun prasaranannya termasuk antara lain gedung-gedung sekolah, alat pengajaran dan guru-guru keadaannya sangat menyedihkan. Sebagian dari gedung-gedung sekolah dimusnahkan oleh badan-badan perjuangan dan diantaranya ada juga yang untuk seterusnya dipakai sebagai kantor umum atau diduduki tentara. Alat pelajaran pun banayak hilang atau rusak, sedangkan guru-guru banyak meninggalkan lapangan pendidikan untuk memasuki dinas ketentaraan.
ANALISIS SAYA
Demokrasi pendidikan diartikan bahwa semua orang berhak mendapat pendidikan yang sama dan setinggi-tingginya. Oleh karena itu, setiap tingkat sekolah dijadikan jenjang pendidikan untuk memasuki perguruan tinggi dengan muatan kurikulum yang disesuaikan untuk ke sana. Tidak ada pikiran bahwa tidak semua anak yang mampu ke perguruan tinggi, baik karena kemampuan otaknya maupun kemampuan biaya. Diperkirakan yang mampu ke perguruan tinggi hanya 10%, sedangkan yang 90% tercecer di SD, SMP dan SMA. Mereka tak ubahnya sebagai korban dari program demokrasi pendidikan yang salah kaprah itu.

Akibat dari sistem demokrasi pendidikan yang “sama rata” itu, sekolah pun diperbanyak setiap tahun, sedangkan pemerintah tidak punya dana yang cukup. Dengan sendirinya, sarana dan prasarana pendidikan menjadi minim dan kian minim lagi setiap penambahan jumlah sekolah apapun jenjangnya. Sudah tentu hasil dari pendidikan itu pun kian terpuruk.

Hal yang tidak dapat dipahami pula ialah masalah waktu libur sekolah yang tetap memakai aturan pada masa kolonial yang menetapkan waktu libur disesuaikan dengan musim di eropa. Tidak dengan iklim tropis yang mengatur musim turun ke sawah. Akibatnya, anak-anak petani di pedesaan yang secara tradisional membantu orang tuanya, terputus dengan tradisinya atau terputus dengan sekolahnya. Yang melanjutkan sekolah tidak lagi mencintai pekerjaan pertanian, yang terputus sekolahnya tetap tinggal bodoh.

Demokrasi pendidikan masa kini
Demokrasi pendidikan masa kini masih tercoreng oleh kenyataan, bahwa pendidikan belum menyentuh semua lapisan masyarakat. Artinya masih ada kasus anak- anak indonesia yang tidak bisa mengenyam bangku pendidikan karena biaya.
Faktanya adalah
Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
 (1) Sistem pendidikan yang diharapkan berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa ternyata membawa tragedi, bukannya semakin cerdas tapi tetap bodoh;
(2) Sistem pendidikan yang seyogyanya bisa membebaskan anak-anak menjadi manusia utuh bermartabat justru menjadi alat penyiksa;
(3) Sistem pendidikan yang ada telah tergilas atau hanyut oleh kekuatan-kekuatan atau sistem-sistem yang lain sehingga secara pasti tidak memungkinkan arah perjalanannya dapat mencapai tujuan pendidikan;
 (4) Pelaksanaan pendidikan belum cukup demokratis;
(5) Terjadinya Quo Vadis dalam pelaksanaan pencapaian tujuan pendidikan nasional Indonesia.
Pendidikan sekarang lebih berorentasi pada bagaimana meninkatkan kecerdasan, prestasi, keterampilan dan bagaimana menghadapi persaingan. Pendidikan sekarang sudah kehilangan misi utamanya untuk menginvestasikan karakter manusia. pendidikan moral dan karakter manusia bukanlah factor utama seseorang akan mengenyam pendidikan hal ini diangap menjadi tugas tokoh agama dan orang tua wali.
ANALISIS SAYA
Menurut saya , pendidikan di Indonesia pada zaman dulu hingga kini tidak ada ubahnya , pendidikan diberikan hanya kepada mereka yang memiliki materi yang berlimpah , sehingga banyaknya yang tidak bersekolah karena tidak adanya biaya . Sebenarnya pemerintah telah mengadakan program wajib 9 tahun yang telah lama kita ketahui , namun pelaksanaannya belum diwujudkan hingga sekarang . Buktinya banyak yang tidak bersekolah dikarenakan hal itu . Pendidikan di sekolah juga lebih mementingkan masalah nilai daripada pembentukan karakter si anak didik , sehingga pendidikan hanya dianggap sebagai sesuatu yang sia sia bagi anak didik .
KESIMPULAN
Demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga dengan pengelolaan pendidikan tanpa memandang suku, kebangsaan, agama maupun ras. Juga tidak membedakan antara si kaya dan si miskin, karena setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar