ASAL USUL BAHASA
MELAYU RIAU MENJADI BAHASA INDONESIA
Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada
dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Sejarah tersebut di mulai
pada jaman Kerajaan Sriwijaya, saat itu Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa
internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara. Atau sekurang-kurangnya
sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara.
Awalnya pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, dan
akhirnya pindah ke Riau. Sejak itulah Riau mendapat predikat sebagai
pusat kerajaan Melayu tersebut. Karena itu bahasa Melayu jaman Malaka terkenal
dengan Melayu Malaka, bahasa Melayu jaman Johor terkenal dengan Melayu Johor
dan bahasa Melayu jaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Bahasa Melayu Riau sudah dibina
sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini
sudah memiliki standar, sudah banyak dipublikasikan, berupa; buku-buku sastra,
buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupunMelayu Modern.
Provinsi Riau terdiri dari enam kabupaten dan dua kotamadya, yaitu
Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar,
Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau, Kotamadya Pekanbaru, dan
Kotamadya Batam. Berdasarkan keadaan alamnya, provinsi ini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Riau Daratan meliputi Kabupaten
Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir,
dan Kotamadya Pekanbaru, sedangkan Riau Kepulauan meliputi gugusan pulau-pulau
yang menyebar sampai ke perbatasan perairan Malaysia di Laut Cina Selatan dan
perbatasan Kalimantan Barat.
Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek Melayu, yang dapat dibagi
menjadi dua subdialek, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan.
Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa
Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang
berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia.
Awalnya para ahli linguistik struktural,menurut
Sumarsono (2011), berpendapat bahwa bahasa hanyalah sekedar ‘bunyi yang
memiliki sistem’ yang kemudian berkembang menjadi alat komunikasi namun lebih
dari itu bahasa sebenarnya merupakan produk sosial-budaya sebuah bangsa. Bahasa
Indonesia juga bukan sebuah pengecualian.
Konon bahan baku bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo dan kemudian ditegaskan kembali dalam Kongres Bahasa Indonesia II (1954) di Medan bahwa “ … Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia”. Lalu apa pertimbangan yang membuat bahasa Melayu, tepatnya Melayu Riau, terpilih sebagai materi dasar pembentukan bahasa Indonesia?
Alasan utamanya adalah karena sifat bahasa Melayu Riau yang dinilai lebih sederhana dan ‘netral’, coba bandingkan dengan bahasa Jawa yang memiliki kaidah lumayan rumit karena strata ‘kehalusannya’ yang berjenjang dari Jowo Ngoko (bahasa Jawa pergaulan masyarakat kebanyakan – pen.) sampai Kromo Inggil (bahasa Jawa sangat sopan yang digunakan bila berkomunikasi dengan orang yang jauh lebih tua atau lebih tinggi status sosialnya – pen.). Selain itu,meski banyak varian bahasa Melayu lain ( Melayu Pontianak, Melayu Banjarmasin, Melayu Betawi, atau Melayu Maluku), Melayu Riau dipandang lebih ‘asli’ mengingat Suku Melayu yang notabene pemakai awal bahasa tersebut memang berasal dari Riau. Tambahan pula minimnya pengaruh serapan bahasa-bahasa asing pada waktu itu kian mengukuhkan ‘keaslian’ bahasa Melayu Riau.
Konon bahan baku bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo dan kemudian ditegaskan kembali dalam Kongres Bahasa Indonesia II (1954) di Medan bahwa “ … Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia”. Lalu apa pertimbangan yang membuat bahasa Melayu, tepatnya Melayu Riau, terpilih sebagai materi dasar pembentukan bahasa Indonesia?
Alasan utamanya adalah karena sifat bahasa Melayu Riau yang dinilai lebih sederhana dan ‘netral’, coba bandingkan dengan bahasa Jawa yang memiliki kaidah lumayan rumit karena strata ‘kehalusannya’ yang berjenjang dari Jowo Ngoko (bahasa Jawa pergaulan masyarakat kebanyakan – pen.) sampai Kromo Inggil (bahasa Jawa sangat sopan yang digunakan bila berkomunikasi dengan orang yang jauh lebih tua atau lebih tinggi status sosialnya – pen.). Selain itu,meski banyak varian bahasa Melayu lain ( Melayu Pontianak, Melayu Banjarmasin, Melayu Betawi, atau Melayu Maluku), Melayu Riau dipandang lebih ‘asli’ mengingat Suku Melayu yang notabene pemakai awal bahasa tersebut memang berasal dari Riau. Tambahan pula minimnya pengaruh serapan bahasa-bahasa asing pada waktu itu kian mengukuhkan ‘keaslian’ bahasa Melayu Riau.
Proses pengeraman bahasa Melayu Riau menjadi bahasa pemersatu di Indonesia
berakhir dengan ditetaskannya pengakuan atas bahasa tersebut sebagai bahasa
Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 saat Sumpah Pemuda diikrarkan namun
‘akte kelahiran’nya baru terbit pada 18 Agustus 1945 ketika UUD’45 disahkan
sebagai landasan konstitusional RI, tepatnya dalam Bab XV, Pasal 36; yang
selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasaIndonesia”.
Selanjutnya sebagai konsekuensi atas pengesahan itu, maka pemerintah pun berupaya mengembangkan bahasa Indonesia melalui pemberlakuannya sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar-mengajar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Tentu saja itu bukan berarti bahwa penggunaan bahasa-bahasa daerah, terutama di kelas-kelas awal, lantas dilenyapkan begitu saja mengingat tidak semua anak negeri ini terlahir dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Pemerintah secara simultan juga melakukan berbagai upaya seperti kebijakan pembakuan bahasa, pedoman peristilahan, pedoman penyerapan, dan sebagainya.
Selanjutnya sebagai konsekuensi atas pengesahan itu, maka pemerintah pun berupaya mengembangkan bahasa Indonesia melalui pemberlakuannya sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar-mengajar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Tentu saja itu bukan berarti bahwa penggunaan bahasa-bahasa daerah, terutama di kelas-kelas awal, lantas dilenyapkan begitu saja mengingat tidak semua anak negeri ini terlahir dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Pemerintah secara simultan juga melakukan berbagai upaya seperti kebijakan pembakuan bahasa, pedoman peristilahan, pedoman penyerapan, dan sebagainya.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia,
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar
warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia
sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari
(kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa
ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat
resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Jadi, Kesimpulannya adalah
Bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa persatuan Republik
Indonesia dengan beberapa pertimbangan:
1.
Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan bahasa Melayu. Ada
bahasa halus, biasa, dan kasar, yang mana dipergunakan untuk orang yang berbeza
dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila kurang memahami budaya Jawa, dapat menimbulkan
kesan negatif yang lebih besar.
2.
Bahasa Melayu Riau yang dipilih,
dan bukan misalnya Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku / puak Melayu berasal dari Riau, Sultan Melaka yang terakhirpun lari ke Riau setelah Melaka direbut
Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh
misalnya dari bahasa Cina Hokkien, Tio
Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
3.
Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas
di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, penutur bahasa Melayu yang berasal
selain dari Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei,
dan Singapura masih dijajah oleh pihak Inggris. Pada ketika itu, dengan
menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara
seperti di Malaysia, Brunei, dan Singapura dapat menguatkan
lagi semangat patriotik dan nasionalisme diantara negara-negara di sekitar
wilayah Asia Tenggara.
Bahasa
Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian dipiawaikan lagi dengan tatabahasa, dan
kamus piawai juga diciptakan. Hal ini dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar