Rabu, 10 Juni 2015

Bahasa Indonesia

ASAL USUL BAHASA MELAYU RIAU MENJADI BAHASA INDONESIA
                                                                                                       
Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Sejarah tersebut di mulai pada jaman Kerajaan Sriwijaya, saat itu Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara. Atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara. 
Awalnya pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, dan akhirnya pindah ke Riau.  Sejak itulah Riau mendapat predikat sebagai pusat kerajaan Melayu tersebut. Karena itu bahasa Melayu jaman Malaka terkenal dengan Melayu Malaka, bahasa Melayu jaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu jaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini sudah memiliki standar, sudah banyak dipublikasikan, berupa; buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupunMelayu Modern.
Provinsi Riau terdiri dari enam kabupaten dan dua kotamadya, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau, Kotamadya Pekanbaru, dan Kotamadya Batam. Berdasarkan keadaan alamnya, provinsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Riau Daratan meliputi Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kotamadya Pekanbaru, sedangkan Riau Kepulauan meliputi gugusan pulau-pulau yang menyebar sampai ke perbatasan perairan Malaysia di Laut Cina Selatan dan perbatasan Kalimantan Barat.
Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek Melayu, yang dapat dibagi menjadi dua subdialek, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia. 
Awalnya para ahli linguistik struktural,menurut Sumarsono (2011), berpendapat bahwa bahasa hanyalah sekedar ‘bunyi yang memiliki sistem’ yang kemudian berkembang menjadi alat komunikasi namun lebih dari itu bahasa sebenarnya merupakan produk sosial-budaya sebuah bangsa. Bahasa Indonesia juga bukan sebuah pengecualian.
Konon bahan baku bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo dan kemudian ditegaskan kembali dalam Kongres Bahasa Indonesia II (1954) di Medan bahwa “ … Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia”. Lalu apa pertimbangan yang membuat bahasa Melayu, tepatnya Melayu Riau, terpilih sebagai materi dasar pembentukan bahasa Indonesia?
Alasan utamanya adalah karena sifat bahasa Melayu Riau yang dinilai lebih sederhana dan ‘netral’, coba bandingkan dengan bahasa Jawa yang memiliki kaidah lumayan rumit karena strata ‘kehalusannya’ yang berjenjang dari Jowo Ngoko (bahasa Jawa pergaulan masyarakat kebanyakan – pen.) sampai Kromo Inggil (bahasa Jawa sangat sopan yang digunakan bila berkomunikasi dengan orang yang jauh lebih tua atau lebih tinggi status sosialnya – pen.). Selain itu,meski banyak varian bahasa Melayu lain ( Melayu Pontianak, Melayu Banjarmasin, Melayu Betawi, atau Melayu Maluku), Melayu Riau dipandang lebih ‘asli’ mengingat Suku Melayu yang notabene pemakai awal bahasa tersebut memang berasal dari Riau. Tambahan pula minimnya pengaruh serapan bahasa-bahasa asing pada waktu itu kian mengukuhkan ‘keaslian’ bahasa Melayu Riau.
Proses pengeraman bahasa Melayu Riau menjadi bahasa pemersatu di Indonesia berakhir dengan ditetaskannya pengakuan atas bahasa tersebut sebagai bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 saat Sumpah Pemuda diikrarkan namun ‘akte kelahiran’nya baru terbit pada 18 Agustus 1945 ketika UUD’45 disahkan sebagai landasan konstitusional RI, tepatnya dalam Bab XV, Pasal 36; yang selengkapnya berbunyi, “Bahasa negara adalah bahasaIndonesia”.
Selanjutnya sebagai konsekuensi atas pengesahan itu, maka pemerintah pun berupaya mengembangkan bahasa Indonesia melalui pemberlakuannya sebagai bahasa pengantar kegiatan belajar-mengajar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Tentu saja itu bukan berarti bahwa penggunaan bahasa-bahasa daerah, terutama di kelas-kelas awal, lantas dilenyapkan begitu saja mengingat tidak semua anak negeri ini terlahir dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Pemerintah secara simultan juga melakukan berbagai upaya seperti kebijakan pembakuan bahasa, pedoman peristilahan, pedoman penyerapan, dan sebagainya.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia. 
Jadi, Kesimpulannya adalah
Bahasa Melayu Riau dijadikan sebagai bahasa persatuan Republik Indonesia dengan beberapa pertimbangan:
1.     Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan bahasa Melayu. Ada bahasa halus, biasa, dan kasar, yang mana dipergunakan untuk orang yang berbeza dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila kurang memahami budaya Jawa, dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
2.     Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan misalnya Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku / puak Melayu berasal dari Riau, Sultan Melaka yang terakhirpun lari ke Riau setelah Melaka direbut Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Cina Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
3.     Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, penutur bahasa Melayu yang berasal selain dari Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah oleh pihak Inggris. Pada ketika itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara seperti di Malaysia, Brunei, dan Singapura dapat menguatkan lagi semangat patriotik dan nasionalisme diantara negara-negara di sekitar wilayah Asia Tenggara.

Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian dipiawaikan lagi dengan tatabahasa, dan kamus piawai juga diciptakan. Hal ini dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar